Seputar Informasi

Sumber informasi Pendidikan dan informatika

Agama sebagai Objek Penelitian Islam

Penelitian agama menempatkan diri sebagai suatu kajian yang menempatkan agama sebagai sasaran/obyek penelitian. Secara metodologis berarti agama haruslah dijadikan sebagai suatu yang riil betapapun mungkin terasa agama itu sesuatu yang abstrak. Dari sudut ini mungkin dapat dibedakan ke dalam tiga kategori agama sebagai fenomena yang menjadi subyek materi penelitian, yaitu agama sebagai doktrin, dinamika dan struktur masyarakat yang dibentuk oleh agama dan sikap masyarakat pemeluk terhadap doktrin
1. Agama Sebagai Doktrin 
Agama Islam apabila ditelaah dari aspek doktrin maka yang akan muncul adalah ajaran-ajaran yang ada dalam agama Islam itu sendiri yang bisa saja ajaran tersebut tidak dapat diganggu gugat keberadaannya. Dalam Islam ada 3 doktrin yang biasa disebut dengan trilogi doktrin (ajaran) Islam yang biasa dikenal dengan trilogi ajaran Ilahi, yakni: Iman, Islam dan Ihsan
Pertama Iman,  Kata iman, dari segi etimologi (bahasa) merupakan bentuk masdar dari kata Âmana, Yu’minu, Ĩmanan yang berarti kepercayaan. Kata iman juga menurut Imam Al-Ghazali berartikan At-Tashdiqu (pembenaran). 
Dari segi terminologi, iman oleh para ahli didefenisikan berbeda-beda akan tetapi perbedaan tersebut tidak terlepas dari pengertian iman sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah ketika Malaikat Jibril datang bertanya kepada-Nya, yakni “Iman adalah pembenaran dan keyakinan terhadap adanya Allah dengan Ke-Esa-an-Nya, Malaikat, pertemuan dengan-Nya, para utusan-utusan-Nya dan percaya pada hari kebangkitan atau hari akhir”. Menurut aliran ahlus sunnah wal jama’ah iman yang sempurna adalah diucapkan dengan lidah, dibenarkan dengan hati dan dikerjakan dengan anggota tubuh.
Kedua Islam, Secara harfiah kata Islam berasal dari Bahasa Arab, yakni Aslama, Yuslimu Islâman yang berarti keselamatan. Sedangkan secara terminologi Islam mengandung pengertian “Ketundukan, kepasrahan dan ketaatan dalam menyembah (ibadah) kepada Allah, tidak musyrik kepada-Nya, kemudian melaksanakan segala perintah-Nya, seperti melaksanakan shalat, zakat, berpuasa, haji, serta meninggalkan segala yang dilarang-Nya”.
Ketiga Ihsan, Dalam literatur Arab kata Ihsan berarti berbuat baik atau perbuatan baik. Sedangkan secara terminologi ihsan bermakna sesuai dengan penjelasan Rasulullah yakni “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika tidak maka sesungguhnya dia melihatmu”.
2. Dinamika Dan Struktur Masyarakat Yang Dibentuk Oleh Agama
Agama merupakan awal dari terbentuknya suatu komunitas atau kesatuan hidup yang diikat oleh keyakinan hidup dan kebenaran hakiki yang sama yang memungkinkan berlakunya suatu patokan pengetahuan yang sama pula. Hanya dalam komunitas kognitif Islam bahwa Tuhan mutlak satu merupakan pengetahuan yang benar. Tri murti hanya riil di kalangan Hindu, sedangkan kesatuan roh kudus, Jesus dan Tuhan bapa adalah benar di masyarakat Kristen dan seterusnya.  
Meskipun berangkat dari suatu ikatan spiritual para pemeluk agama membentuk masyarakat sendiri yang berbeda dengan kelompok lain. Sebagai satu masyarakat komunitas ini pun memiliki tatanan yang berstruktur dan tidak pula terlepas dari dinamika sejarah. Sebagai contoh penelitian kedua ini adalah terjadinya pengelompokan Islam Santri, Priyayi dan Abangan. Ketiga kelompok komunitas muslim ini memiliki corak dan karakteristik yang berbeda. Corak kajian atau penelitian dalam kategori ke dua ini dihuni oleh disiplin-disiplin ilmu sosial – sosiologi, antropologi, sejarah dan lainnya.
3. Struktur Masyarakat Yang Dibentuk Oleh Agama Dan Sikap Masyarakat Pemeluk Terhadap Doktrin
Berusaha untuk mengetahui simbol-simbol dan ajaran agama. Salah satu pernyataan yang sering kita dengar adalah “meskipun tidak shalat dan berpuasa, tetapi jika Islam dihinakan suku bangsa ini akan tampil bergerak untuk membela Islam” artinya meskipun dimensi ritual masyarakat ini rendah namun dimensi keterikatan terhadap sebuah agama sangatlah kuat. Tentu ini hanyalah stereotype saja, tetapi dengan ini kita dapat mengetahui bahwa keterikatan seseorang terhadap agama antara yang satu dengan lainnya adalah tidak sama. Dalam pengertian tidak semua aspek atau dimensi agama mengikat pemeluknya dan tidak sama pula dalam keterikatan dalam beragama.